Manasik haji 2: Muzdalifah-Mina-Mekah

Muzdalifah, foto dari izaachen


Lanjutan dari sini


Mabit di Muzdalifah 


Kegiatan di Muzdalifah:
  • Menuju Muzdalifah dari Arafah dengan tenang. 
  • Usahakan untuk menjaga wudhu. Berwudhu ringan kalau batal. Kemudian di mudzdalifah berwudhu sempurna utk shalat. 
  • Shalat maghrib di sana 3 rakaat digabung dengan shalat isya 2 rakaat. 
  • Setelah itu beristirahat, tidak banyak beraktifitas hingga esok hari. Karena rangkaian kegiatan esok hari lebih banyak 
  • Shalat subuh di Mudzdalifah Rasul berdiri di masaril haram yang sekarang sudah menjadi masjid di muszdalifah, kemudian menghadap kiblat, membaca takbir, tahlil, tahmidz dan memperbanyak doa.
  • Berdiam diri disana hingga hari menguning. Ketika hari mulai terbit, pergi menuju Mina.
  • Mencari batu bisa dimulai disini 70 batu kecil, tapi baiknya pada tgl 10 dzulhijjah ketika perjalanan menuju mina. 


Sesuai dengan contoh rasul, kami perlahan mulai meninggalkan arafah menuju Muzdalifah. Bus kami tiba sekitar 15 menit setelah kami menunggu di pinggir jalan. Jalanan juga sangat ramai dengan bus dan pejalan kaki.


Dalam perjalanan dari Arafah ke Muzdalifah ada dua kejadian yang membuat jantung terasa mau copot. Yang pertama bus kami hampir menabrak seorang jamaah yang menyebrang jalan seenaknya. Bus terpaksa mengerem mendadak dan akibatnya salah satu rekan kami terjatuh ke lantai bus dengan posisi terduduk, moga tidak memperoleh cedera yang berarti pada tulang ekornya. Kejadian yang kedua, bus kami keserempet dengan bus lain yang menyebabkan lampu depan sebelah kiri dan kaca spion hancur. Namun anehnya, kedua supir cuek aja dan tetap meneruskan perjalanan. Alhamdulillah kami sampai di Muzdalifah dengan selamat.

Berbeda dengan yang disunahkan oleh rasul, kami bermalam tidak beratapkan langit melainkan beratapkan tenda yang serupa dengan tenda di Mina. Sesampai di tenda kami berbenah2 dan melaksanakan shalat jama‘ qashar maghrib dan isya. Kali ini uda kurang beruntung karena mendapatkan tempat istirahat persis didepan AC, dan dimulailah daya tahan tubuh yang menurun karena capek juga salah satunya karena terekspos oleh AC secara langsung semalaman.

Selama mabit di Muzdalifah kami merasa kehilangan dua hal penting dalam manasik haji. Pertama bermalam di sekitar masjid Al Masyaril Haram dan bermunajad dari ba’da subuh hingga waktu syuruk. Padahal waktu munajad tadi juga termasuk waktu yang mustajab untuk berdoa. Hal ini disebabkan, karena ada masalah teknis yang kami tak begitu tahu jelas, sehingga setelah shalat shubuh kami pergi meninggalkan tenda. Awalnya Neng pikir kami akan di bawa ke masyaril haram oleh pak ustadz assatin tapi ternyata yang kami temui adalah plang yang menyatakan bahwa kami akan memasuki mina. Spontan langsung ketika menyadari itu, langusng berdoa dan dzikir sebanyak mungkin yang Neng bisa dalam setiap langkah sebelum melewati batas tersebut. Entah kenapa waktu itu tak terbersit untuk protes, kami hanya menerima saja. Waktu berjalan pun dipercepat, mungkin ini khawatir melewati daerah Muhassir, yakni suatu daerah diantara muzdalifah dan mina yang dianjurkan untuk berjalan cepat oleh rasul karena tempat itu merupakan tempat berlindungnya Syaiton. Wallahualam. Sedih sekali rasa hati ini karena tidak bisa melaksana apa yang dituntunkan oleh rasul, selain merasa rugi, bahwa kami lewatkan waktu2 mustazab untuk berdoa...semoga Allah mengampuni kelalaian kami ini.


Melontar Jumrah tanggal 10 Dzulhijah 


Kegiatan yang harus dilakukan ketika 10 Dzulhijjah, hari Nahar/idul adha:
  • Di tengah perjalanan Muzdalifah-Mina, nabi mengambil batu untuk melempar jumrah. Besarnya batu kerikil sebesar kuku dimana batu tersebut bisa dilempar dengan dua jari jemarinya. 
  • Perbanyak baca talbiyah 
  • Sesampainya di Mina, Sesaat sebelum melempar, jamrotul aqabah (yg dekat dengan mekkah tp jauh dr mina), berhenti bertalbiyah. 
  • Badan kanan mengarah ke Mina, bagian kiri ke mekkah/kabah. Lempar 7x kerikil, setiap melempar: Allahu akbar. Atau bismillahi allahu akbar 
  • Nabi melempar pada waktu dhuha atau sampai tergelicir matahari/dzuhur. Waktu melempar bisa sampai malam hari sebelum terbit fajar hari ke 11. 
  • setelah selesai bacalah do´a : “Ya Allah jadikanlah haji yang mabrur dan dosa yang diampuni.” 
  • Yang lemah sesampainya di mina meski belum terbit fajar sudah boleh melempar jumrah.
  • Menyembelih hadyu 
  • Tahalul awal: memendekan rambut, tp lebih utama menggundul rambutnya. Untuk perempuan memendekan rambut seujung ruas jari. Semua larangan ihram sudah tidak berlaku lagi kecuali hubungan suami istri
  • Mengganti pakaian dengan yang paling bagus.
  • Setelahnya shalat sunnat 2 rakaat dan minum air zam zam. 
  • Sa’i haji untuk tamattu (wajib) setelah thawaf 
  • Tahalull akbar: sudah lepas dari semua larangan ihram
  • Kembali menuju mina Shalat isya dan maghrib di jama tanpa qashar. 
  • Wajib haji bermalam di Mina 

Dari Muzdalifah kami berjalan kaki menuju Mina. Karena tidak terlalu jauh dan juga masih pagi hari, tidak terasa panas yang menyengat. Sekitar waktu syuruk kami tiba di Mina. Semalam kami belum sempat mengambil batu-batu untuk melempar jumroh. Padahal di gunung2 terlihat banyak orang yang sedang berusaha mencari batu. Kami hanya beristirahat sesuai apa yang diberi saran oleh pak ustadz juga oleh beberapa penceramah yang sudah kami dengar. Banyak yang bilang mencari batu bisa dilakukan di mana saja di tanah haram tak terbatas hanya di Muzdalifah saja. Bahkan ada juga yang menyarankan untuk mencari dibawah karpet tempat kita tinggal. Namun kali ini kembali kami kalah cepat dengan teman-teman yang lain hingga tak ada lagi batu-batu di bawah karpet baik di muzdalifah maupun di mina yang tersisa. Selama perjalanan menuju mina pun sepertinya tak sempat mencari batu, karena kami berjalan di jalan aspal. Tak terlihat batu kerikil di sepanjang jalan. Akhirnya kami berburu batu-batu tersebut di sekitar tenda di Mina, dan itu pun kami hanya mendapat sebanyak untuk melempar hari itu, yakni 7 butir batu.

Sedang berburu batu di bawah karpet

Ternyata di hari terakhir  (12 dzulihijjah) tidak perlu mencari batu di sekitar tenda, cukup mencari batu di dekat jamaroh, karena banyak yang membuang batu2an di sekitar.

Awal-awal Selepas kami berburu batu, kami tidak yakin akan ukuran yang dimaksud yakni lebih besar dari kacang tanah tapi lebih kecil dari kacang arab. Setelah mendapatkan batu2 tersebut akhirnya kami tunjukan ke pak ustadz batu2 hasil buruan itu. Layaknya seperti mensortir kualitas batu. ada yang shohih, ada yang terlalu besar dan ada juga yang terlalu kecil, hingga kami harus mencari lagi. Ternyata semua orang dalam grup indo melakukan hal yang sama, yakni menanyakan batunya ke pak ustadz, dan jadilah pak ustadz saat itu kontroller ukuran batu dengan sabarnya hehehe....

Setelah berbenah dan sarapan kami bergerak untuk melontar jumrah. Alhamdulillah kami berangkat setelah waktu dhuha seperti yang dicontohkan oleh rasul. Ustad Assathin mengusulkan supaya kami melontar di lantai atas Jumrah. Alasannya karena biasanya lebih sepi dibandingkan lantai bawah. Beliau juga mengusulkan rute yang akan kami lalui, yaitu melewati perkemahan jamaah indonesia lalu melewati terowongan baru hingga ke lantai 3 jamaroh. Total perjalanan, karena lokasi tenda kami dan jumrah berada di dua sisi berbeda dari Mina adalah sekitar 4 km sekali jalan. Dari 4 kilo kurang lebih 2/3nya harus dilewati dibawah terik matahari. Kembali teringat kata ibu dan Ayah, Mina itu seperti kuali dan benar kami merasa bagai daging rendang yang sedang dioseng di kuali (he3x.. mudah2an bukan lebay).

Ketika melewati maktab indonesia, waktu menunjukkan pukul 09 tepat. Heran kami karena melihat banyak jamaah pria asal Indonesia dengan pakaian khasnya yaitu sarung. Loh kok sudah melepas ihram? Tanya kami dalam hati kapan mereka melontar. Setelah kembali di tenda, ustad Assathin menjelaskan kalau jamaah Indonesia melontar tadi malam selepas dari Arafah. Terbit rasa kasian kepada mereka, karena hal tersebut tidak sesuai sunnah. Pada hari ini seharusnya melontar jumrah dilakukan pada waktu dhuha. Mungkin mereka berdalih hal ini untuk menghindari mudharat untuk grup yang lemah namun tetap saja sayang, ibadah yang hanya diwajibkan sekali seumur hidup harus dilaksanakan jauh dari sunnah rasul. Semoga Allah tetap menerima ibadah mereka.

Berfoto dengan unta, salah satu atraksi dalam perjalanan menuju Jamaroh


Rombongan kami berjalan sangat pelan dan hal ini menyebabkan siksaan buat Neng yang terbiasa berjalan cepat. Akibat menahan langkah kaki, ¾ perjalanan neng mengeluh pinggangnya sakit (mungkin karena kurang minum juga). Dan kondisi ini diperparah dalam perjalanan pulang karena waktu itu sudah masuk dzuhur dan udara terasa sangat panas. Namun Alhamdulillah Allah masih memberikan pertolongan bagi kami sehingga kami tiba di tenda dengan selamat. Sebetulnya saat ini fasilitas menuju jumrah sudah dibuat dengan sebaik mungkin untuk memudahkan jamaah. Diantaranya membangun Jamarah hingga 4 lantai dan menyediakan jalur berjalan (travelator) disepanjang terowongan. Selain itu pengurangan 20% kuota benar2 memberikan effek kepada kami karena ketika sampai di Jumaraat, tidak pernah kami berdesak2an dan mampu melempar persis di pinggir lubang sehingga dapat memastikan batu masuk ke lubang dengan benar.

Sesampainya di Mina, kami langsung mendapati beberapa orang sudah mengganti kain ihramnya dengan pakaian biasa. Untuk Qurban memang sudah diserahkan sepenuhnya kepada pihak travel. Atas dasar itulah maka dua (melontar jumroh dan sembelih hadyu) dari beberapa hal yang harus dilakukan hari itu sudah selesai yang berarti kami sudah boleh bertahalul awal. Kemudian semua berinisiatif untuk langsung mengeluarkan alat cukur yang dibawa dan semua saling bergantian mencukur gundul (laki-laki).


Sedih sekali melihat pemandangan seperti ini. Tapi jangan selalu salahkan jemaah jika melihat banyak sampah selepas haji. Menurut kami kebersihan juga harus didukung oleh pemerintah kerajaan saudi Arabia. Pemandangan ini kami dapat ketika melintasi salah satu maktab ketika menuju jamaroh. Pemerintah tidak menyediakan tempat pembuangan dan sistem pengangkutan sampah yang memadai hingga  sampah sampai bisa segunung dan hampir menyaingi tenda. Sepertinya mereka hanya menunggu hingga musim haji berakhir, baru tempat dibersihkan. Wallahualam. Kamar mandi pun demikian tidak ada petugas yang terlihat membersihkan toilete selama kami disana. Jadi kebersihan kamar mandi dan wc adalah benar-benar dipelihara oleh si pemakainya.

Rupanya sepulang melempar, badan kami terasa sangat letih dan sakit mulai menyerang terutama uda merasa tenggorokkan tak enak akibat tidur dengan sapuan AC selama di Muzdalifah. Dimulailah batuk demam dan pilek berdatangan hingga pulang ke Aachen baik Neng maupun Uda.  Suasana tenda yang sempit ditambah sanitasi dan sirkulasi yang seadanya (walaupun ketika mendengar cerita Ayah kondisi sekarang jauh lebih baik dari ketika Ayah dan Ibu pergi haji), membuat penyakit sangat mudah menyebar. Tidak ada satu jamaah pun dari kelompok kami sepulang dari Mina yang tetap sehat. Ada beberapa bahkan hingga panas tinggi dan hanya bisa terbaring di tenda. Namun atas pertolongan Allah dan tekad yang kuat, semua manasik haji masih dapat dilaksanakan dengan baik. Hanya saja bagi yang sakit parah akan merasa kehilangan waktu2 untuk lebih memperbanyak ibadahnya. Moga sakit tersebut bisa menjadi pelebur dosa-dosa kecil kami, amiin.

Karena kondisi tersebut, yakni banyak anggota jemaah yang sakit dan ada beberapa muslimah yang sudah sepuh, membuat ketua rombongan dan pak ustadz berkesimpulan bahwa kami tidak bisa melakukan tawaf dan sai hari itu. Selain itu transportasi menuju mekah saat itu dipastikan sangat ramai, hingga dikhawatirkan harus berjalan kaki ke sana (pihak travel tidak menyediakan kendaraan hari itu). hingga Kami berkeputusan untuk mengakhirkan dan melakukan tawaf dan sai di tanggal 13 Dzulhijjah.



Melontar Jumrah tgl 11 dan 12 Dzulhijah 


Daftar kegiatan di 11 dan 12 Dzulhijjah: hari tasyriq
  • Melempar 3 jumrah setelah dzuhur (harus stlh matahari tergelincir) dari jumrah ula, wustha dan aqobah. 
  • Pertama melempar jumrah Ula 7x setiap melempar baca bismillahi allahuakbar. Bergeser ke kanan, menghadap kiblat dan berdoa dalam waktu yang lama. 
  • Berdoa sebanyak dan sepanjang mungkin karena waktu yang mustajab disini (hadistnya sepanjang surat-surat panjang yang ada di alquran). 
  • Setelah itu berjalan ke jumratul wustha ke arah mina, lempar 7x dengan baca bismillahi allahu akbar, kemudian berdoa lagi yang panjang dg menghadap qiblat. 
  • Segera berjalan menuju jumratul aqabah, posisi badan seperti hari pertama, sebelah kiri badan ke mekkah, sebelah kanan menuju mina (kalau bisa), lempar 7 kali dengan setiap lemparan membaca bismillahi Allahu akbar, tapi setelahnya tanpa doa.
  • Shalat pada hari tersebut di qashar.
  • Bagi yang memilih nafar awwal melempar jumroh sebelum maghrib kemudian hendaklah jama´ah meninggalkan Mina di hari kedua tasyriq (tanggal 12) sebelum matahari terbenam. 


Dari pihak biro kami di jadwalkan untuk mengambil nafar awal, yang berarti kami hanya tinggal hingga hari tasyrik kedua  di Mina. Melontar pada dua hari tasyrik tersebut tidak berbeda dengan tgl 10. Kami mengawali hari tersebut dengan mencari batu masing2 21 butir (lebihkan sekitar 5 butir), kemudian berangkat menuju jamaroh. Kali ini kami berjalan lebih cepat dan sering beristirahat sambil menunggu teman2 yang jalannya lebih lambat. Juga memanfaatkan fasilitas travelator. Alhamdulillah kali ini Neng tidak mengeluh sakit pinggang.



Pada tanggal 11 dan 12 Dzulhijjah,  kami melontar di dua waktu berbeda. Pada tanggal 11 kami berangkat sebelum dzuhur dan tiba ketika dzuhur. Sedangkan pada tanggal 12 kami berangkat melempar setelah shalat dzuhur di tenda. Serangan cuaca yang sangat panas masih terasa di dua hari itu, namun kami rasa lebih 'adem' dari tanggal 10. Ketika sampai proses pelemparan kembali kami mendapatkan suasana yang relatif sepi di ketiga Jumrah sehingga membuat kami bisa cukup leluasa melempar ketiga jumrah tersebut. 

Namun kondisi badan sudah sangat menurun terutama tgl 11 dzulhijah. Tenggorokkan terasa sangat sakit dan sangat susah untuk berbicara. Ketika berbicara selain sakit. juga batuk selalu menyertai. Namun dikatakan kalau sakit adalah pembakar dosa, mudah2an dosa2 benar2 terbakar selama kami sakit. amin.

Depan jamaroh cukup lenggang, tidak terlalu banyak orang

Berdasarkan pengalaman selama tiga hari melontar kami menyimpulkan, memang pengurangan kuota dan tentu saja pertolongan Allah, sangat memberikan pengaruh atas kemudahan selama proses pelemparan jumrah. Pihak pemerintah saudi juga memberikan petunjuk yang jelas sehingga selama jamaah tetap berpedoman pada petunjuk tadi, juga jemaah berjalan dengan tenang, melempar dengan tenang dan melempar untuk berdzikir (bukan untuk melempar syaiton hingga jadi emosional), insya Allah proses pelemparan bisa berjalan dengan baik. 



Kembali ke Makah Sore hari tgl 12 Dzulhijjah 


Satu hari menjelang kepulangan ke Makah, pimpinan rombongan kami menyampaikan informasi dari biro perjalanan bahwa untuk proses kembali ke makah pihak biro tidak menyediakan bus untuk mengangkut jamaah. Biro perjalanan hanya menyediakan bus untuk membawakan barang2 jamaah. Artinya setelah berjalan sejauh 4 km untuk melempar Jumrah di hari terakhir kami harus melanjutkan berjalan kurang lebih 5 km dari lokasi jumrah ke Makah. Banyak dari teman2 yang protes atas kebijakkan biro tersebut. Bahkan ada yang sampai mengecek ulang broses pendaftaran dari biro untuk mencari tahu apakah memang tidak ada fasilitas tersebut. Dan rupanya memang seperti itu adanya. Biaya yang kami bayarkan tidak termasuk untuk biaya bus dari Mina ke Makkah. Selain itu sepertinya memang dari pihak saudi juga mengurangi arus kendaraan dari dan ke Makkah selama hari tasyrik untuk mengurangi kemacetan. 

Setelah meredakan esmosi akhirnya pihak Jamaah bersedia untuk menerima kondisi ini. Dan mempersiapkan mental dan juga fisik untuk berjalan kurang lebih 10 km keesokkan harinya. Rencana juga dibuat untuk mengantisipasi hal2 yang tidak diinginkan. Namun tetap saja ada masalah lain yaitu bagaimana dengan ibu yang harus menggunakan kursi roda. Akhírnya diputuskan untuk menggunakan taksi juga pada akhirnya ada beberapa jamaah yang juga ikut menggunakan jasa taksi ini termasuk salah satunya si Neng. 

Tibalah waktu melempar Jumrah yang terakhir. Setelah sedikit berjuang dalam mencari 21 butir batu yang semakin langka disekitar tenda, akhirnya kami berangkat setelah dzuhur sekitar pukul 13:00 dan selesai melempar sekitar pukul 15:00. Group pun terpisah ada yang terus melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki melalui terowongan dan ada yang naik taksi. Jumlah yang naik taksi ada 9 orang termasuk didalamnya kami. 

Mencari kendaraan menuju ke Mekah setelah dari Jamaroh 

Ustad Assathin sudah memperingatkan bahwa mencari taksi tidak mudah pada saat tersebut. Selain karena jalan ke Makkah banyak yang ditutup dan terlalu banyak orang yang akan ke Makkah. Harga taksi juga akan sangat melonjak. Dan itu memang yang kami rasakakan. Biaya dari Mina ke Makkah yang biasanya hanya 5 real sekarang menjadi 30 real. Bahkan ada yang menawarkan kalau sampai ke dalam masjidil haram seorang 100 real. Akhirnya setelah menunggu hampir 1 jam lebih, berkat kerja keras pak ustadz mencarikan taksi, kami mendapat taksi yang sebetulnya lebih tepat disebut colt mini (muat 12 orang). Mereka mengatakan akan mengantar hingga dekat dengan masjidil haram. Akhirnya kami sepakat untuk mengambil taksi tersebut. Yang ikut taksi itu adalah, 3 laki-laki (untuk menjaga juga membantu mendorong kursi roda), 5 muslimah termasuk salah satunya adalah schwester Khadijah, yang harus sampai dihotel sore hari karena harus membimbing tawaf pada malam harinya. 

Lalu lintas Mekah sangat padat di hari tasyriq

Jalanan sangat macet baik oleh pejalan kaki maupun kendaraan. Saat itu mobil sudah penuh, karena ada juga penumpang lain selain kami. Namun baru beberapa saat berjalan, angkutan berhenti dan menaikkan 5 orang lagi di atap mobilnya. Jadilah mobil itu bagaikan gerobak yang diisi oleh segala jenis barang. Akhirnya setelah beberapa waktu perjalanan (mungkin 45 menit) terlihat lah menara kembar serta jam gadang mall masjidil haram. Lega kami karena merasa sudah mendekati masjidil haram. Namun kemudian kami dikejutkan oleh teriakkan supir yang menyuruh kami turun. Salah satu teman kami terpacing emosinya karena merasa tertipu. Sang supir berusaha mengelak dengan menggatakan jalan ditutup tidak ada pilihan lain selain jalan kaki ke masjidil haram. Akhirnya dengan perasaan bingung kami turun dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Subhanallah tidak sampai 10 menit kami langsung mengenali daerah yang kami lalui yang rupanya daerah hotel yang kami tinggali. Artinya 10 menit dari tempat kami turun adalah hotel kami. Kami rupanya diturunkan disisi lain dari masjidil haram yang lebih dekat ke hotel. Alhamdulillah sekali lagi mungkin ini buah dari kesabaran kami tidak ikut „berdiskusi“ dengan sang supir. 

Sesampainya di hotel, kami bertemu dengan teman2 yang berjalan kaki dari Mina. Rupanya karena kami lama mencari taksi ditambah dengan jalanan yang macet menyebabkan waktu jalan dan naik taksi sama. Namun Alhamdulillah karena naik taksi punggung neng tidak sakit. Karena letih, kami memutuskan untuk melakukan tawaf ifadah keesokkan harinya, yaitu hari Jum’at, satu hari sebelum kami meninggalkan Makkah menuju Madinah. 



Tawaf Ifadah dan Tawaf Wada‘ 


  • Thawaf ifadhah dan sai: lihat di bagian tanggal 10 dzulihijjah
  • Thawaf Wada: tanpa lari-lari kecil di tiga putaran pertama dan tanpa sa´i. Hukumnya wajib, sebagai pekerjaan terakhirnya dalam ibadah haji. 
  • Untuk wanita yang haid dimungkinkan untuk tidak thawaf wada. Atau mereka bisa jg menyatukan tawaf ifadhah diakhir barengan dengan tawaf wadha dengan niat tawaf ifadhah saja. Tapi klo memang tidak memungkinkan/masih haid, maka pakai pembalut kemudian tawaf, karena rukunnya haji, harus dilakukan untuk mensyahkan hajinya.


Salah satu rukun haji adalah tawaf ifadah dan tawaf wada’ bagi yang akan meninggalkan makkah. Kami memutuskan melaksanakan tawaf ifadah pada hari Jum’atnya lalu akan dilanjutkan dengan Sai setelahnya. Dan keesokkan harinya akan melaksanakan tawaf wada’ sebelum meninggalkan makkah. 

Kami berangkat dari hotel setelah sarapan, sekitar pukul 08:00. Sesampai di masjidil haram seperti yang diperkirakan masjidil haram sudah penuh oleh jamaah. Selain karena banyak yang seperti kami ingin melaksanakan tawah ifadah juga karena hari itu adalah hari Jum’at. Ustad Assathin mengusulkan agar kami melakukan tawaf di lantai atas saja. Namun hal ini ditentang oleh mayoritas jamaah. Mereka ingin tawaf di lantai bawah agar bisa dekat dengan ka’bah. Jadilah kami tawaf di bawah. Suasana penuh sesak menyebabkan kami sangat susah bergerak dan waktu tawaf jadi sedikit lebih lama. Kami baru selesai tawaf pukul 10:30. Lalu kami segera lanjutkan dengan Sai. 

Ditempat sai sudah dipenuhi dengan jamaah yang bersiap untuk shalat Jum’at. Putaran pertama hingga ketiga, kami masih bisa sai. Meski banyak jemaah yang bandel langsung buat saf di tempat sai padahal adzan belum berkumandang. Kami terus berusaha menyelesaikan Sai namun karena jamaah semakin penuh sesak  hingga susah berjalan, terpaksa kami tunda penyelesaikan sai setelah shalat Jum’at. 


Terlihat jemaaah dari Indonesia sedang sa'i


Esok hari sabtu pagi ,dihari terakhir di Makkah Uda dan Neng memutuskan untuk kembali subuh di Masjidil haram selain karena badan sudah mulai membaik. Disaat subuh tidak lupa kami melaksanakan tawaf sunnah pengganti tahyatul masjid. Kali ini kami memilih tawaf di lantai dua dan kami merasakan keuntungannya kami bisa lebih lama tawaf, yang artinya lebih banyak waktu berdoa terutama karena ini adalah tawaf terakhir, dan kami bisa lebih puas melihat ka’bah. Setelah selesai shalat shubuh,kami langsung menuju hotel kembali.

Sesuai dengan kesepakatan dengan teman2, jam 08:00 kami berkumpul di lobby untuk melaksanakan tawaf wada. Kali ini semua sepakat tawaf di lantai atas. Alhamdulillah karena tawaf di lantai dua ini diameternya lebih lebar, maka kami bisa lebih panjang menikmati tawaf perpisahan. Tepat pukul 11 kami sudah selesai tawaf. Kami berkumpul dengan teman grup lainnya, saling bersalaman, berpelukan, meminta maaf hingga berurai air mata. Tak terasa itu tawaf terakhir kami saat itu. Sedih rasanya hati ini berpisah dengan kabah yang agung. Semoga suatu saat kami bisa kembali. Setelah makan siang dan shalat dzuhur di mal jam gadang, kami kembali ke hotel menunggu keberangkatan ke Madinah. 

Bersambung…

0 comments:

Post a Comment

 

Flickr Photostream

Created with flickr badge.

YOUTUBE